Welcome to [Dunia Electrical] >>Download Software ETAP disini >>Daftar Training ETAP disini

PROTEKSI MOTOR INDUKSI

1. PENDAHULUAN
Acuan yang dipakai dalam tulisan ini terutama adalah IEEE /ANSI C37.96-1988 tentang (Guide for AC Motor Protection 1) dan (S.E Zoholls 10) yang meliputi pengaman untuk motor induksi dengan rotor sangkar.

Untuk memudahkan dalam memahami penggunaan berbagai jenis proteksi motor, maka diuraikan juga 


  • Kondisi operasi abnormal yang dapat menimbulkan kerusakan pada motor,
  • Gambar sistem kontrol, dan proteksi motor serta 
  • Faktor yang dipertimbangkan dalam melakukan penyetelan (relay setting) proteksi motor.

1.1. Jenis Motor

Secara garis besar berikut ini diberikan gambaran umum tentang konstruksi motor listrik tiga fasa
Gb.1 Konstruksi motor induksi a) jenis rotor sangkar, dan b) rotor belitan 1)


Motor induksi, ada dua jenis konstruksi rotor pada motor induksi, yaitu rotor sangkar dan rotor dengan belitan. Pada motor induksi dengan rotor sangkar, kedua sisi ujung konduktor dihubung singkat melalui ring (gb.1.a). Bila motor induksi dengan rotor sangkar dilengkapi dengan peralatan kontrol/starter, peralatan tersebut tersambung ke belitan stator. Sedangkan pada motor induksi dengan rotor jenis belitan (gb.1. b), satu ujung belitan disambung keluar melalui slip-ring. Peralatan kontrol atau starter pada motor induksi jenis rotor belitan tersambung ke belitan stator dan rotor.



Motor sinkron, belitan stator sama dengan pada motor induksi sedangkan belitan rotor motor sinkron dihubungkan ke sistem penguat medan dc. Untuk melakukan start  motor sinkron dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut : 
  1. Motor tersebut pada awalnya berfungsi sebagai motor induksi, baru setelah putaran motor mendekati putaran sinkron, sumber dc penguat medan disambungkan ke belitan rotor. Agar dapat berfungsi sebagai motor induksi, konstruksi kutub-kutub rotor dilengkapi dengan batang-batang konduktor yang dihubung singkat pada kedua ujungnya, sehingga membentuk sangkar. Pada saat start, belitan medan pada rotor dilepas dari sumber dc penguat medan dan dihubung singkat melalui starting / discharge resistor;
  2. Frekuensi pasokan daya ke-motor sinkron diubah, diatur mulai dari frekuensi rendah sampai mendekati frekuensi nominal, dan selanjutnya mengikuti prosedur no.1;
  3. Dengan menggunakan penggerak dari luar, motor diputar sampai mendekati putaran sinkron selanjutnya mengikuti prosedur no.1 dan diikuti pelepasan penggerak luar.
1.2. Peralatan Kontrol Dan Proteksi
Sistem kontrol dan proteksi motor pada suatu industri diperlukan untuk tujuan sebagai berikut :
  • Agar operasi start/stop tidak membahayakan motor itu sendiri dan tidak mengganggu proses produksi dari motor-motor yang dipasok dari sistem tenaga listrik yang sama.
  • Kondisi abnormal pada suatu motor dapat dibatasi dan segera dapat dipisahkan agar kondisi abnormal tersebut tidak menimbulkan gangguan yang meluas.
  • Motor dapat dipisahkan dari jaringan tenaga listrik sehingga aman pada saat motor tidak dipakai atau saat dilakukan pemeliharaan.
Untuk dapat melakukan operasi tersebut dengan mudah dan aman, maka diperlukan adanya peralatan kontrol dan proteksi yang dapat melakukan fungsi sebagai berikut :
  • Switsing pada saat operasi start atau stop normal.
  • Mendeteksi adanya gejala tidak normal pada saat sedang beroperasi dan melakukan pemutusan / pemisahan dari jaringan tenaga listrik .
  • Pemutusan / pemisahan secara normal dari jaringan tenaga listrik
2. OPERASI START DAN KONDISI ABNORMAL PADA MOTOR
2.1. Operasi Start Motor Normal
Pada operasi start, diharapkan besar dan lama arus start tidak menimbulkan panas yang merusak motor dan tidak menimbulkan kedip tegangan yang mengganggu operasi motor lainnya. Kurva arus start motor ditunjukan pada gb.2., dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa arus start akan mencapai ILR (arus motor saat rotor terkunci (locked rotor)). Pada motor besar, arus start tersebut dapat menimbulkan kedip tegangan yang mengganggu operasi motor lainnya. Sedangkan arus start yang besar dan lama akan menyebabkan pemanasan lebih pada motor tersebut.


Ada dua besaran yang perlu diperhatikan dalam operasi start sebuah motor, yaitu besar ( I ) dan lamanya arus start ( t ). Selama proses start, diharapkan nilai I 2 t tidak melampaui batas kemampuan thermis dari motor tersebut



Nilai I 2 t akan dilampaui bila proses start terlalu lama atau berulang pada periode waktu yang pendek atau pada kondisi tegangan rendah atau adanya gangguan mekanis


Proteksi motor untuk menghindari pemanasan lebih yang disebabkan oleh proses start

terlalu lama harus mempunyai karakteristik yang sama dengan karakteristik I 2 t dari motor tersebut.



Untuk memberikan gambaran yang komprehensif mengenai perilaku motor pada saat start di bawah ini diberikan model sebuah motor induksi.




Dengan model listrik, tegangan terminal motor, arus motor dan slip(S) pada rotor serta arus rotor dapat ditetapkan. Dari model ini dapat diamati perubahan besaran sebagai berikut :


  • Variasi tegangan terminal motor.
  • Variasi tegangan dapat diketahui dari model ini, informasi ini akan bermanfaat untuk menentukan setelan relai tegangan kurang pada motor tersebut dan motor lainnya yang tersambung pada rel yang sama.
  • Variasi arus start motor.
  • Informasi tentang variasi arus start sangat diperlukan untuk keperluan penetapan setelan relai dan menetapkan jenis sistem asut motor tersebut.
  • Variasi tahanan rotor.
  • Informasi variasi tahanan rotor dapat dipakai untuk menetapkan kenaikan suhu pada rotor saat terjadi tegangan fasa tidak seimbang dan pada saat start berulang- ulang.
Model mekanik dapat memberikan ilustrasi tentang torsi motor dan torsi beban yang dialami oleh motor serta perubahan putaran motor dan slip pada rotor. Dari model mekanik dan model listrik dapat dicari hubungan antara perubahan torsi beban, arus motor dan perubahan putaran dan slip motor.


Model thermis dapat memberikan informasi apakah motor masih bekerja dalam batas kemampuan thermis motor yang diijinkan. Dengan model ini dapat ditetapkan proteksi motor yang terkait dengan kemapuan thermis motor yaitu : proteksi motor terhadap suhu lebih pada stator dan terhadap suhu lebih pada rotor.




2.2. Operasi Start Motor Berulang

Dari model thermis tersebut dapat diketahui besarnya enerji thermis yang ditimbulkan selama proses start dengan membandingkan parameter sebagai berikut :

Istart : 4 – 7 kali arus beban penuh
Rrotor : ~ 3 kali Rrotor beban penuh
Enerji thermis (16 ~ 49) * 3 kali enerji thermis beban penuh pada periode yang sama


Jadi artinya selama 10 detik (harga tengah) periode start, hampir sama dengan enerji selama 1470 detik pada operasi beban penuh. Perlu dicatat di sini bahwa pada proses start selama 10 detik, enerji thermis belum dikonduksikan seluruhnya ke sekitar konduktor sehingga terjadi pemanasan lokal. Bila proses start dilakukan berkali-kali pada periode yang pendek akan terjadi kenaikan temperatur lokal (hot spot) yang dapat merusak isolasi.

2.3. Kondisi Motor Stalling
Pada motor induksi, pembebanan lebih atau kondisi lainnya yang menyebabkan torsi beban melampaui torsi breakdown, akan menyebabkan putaran motor turun, bahkan dapat mencapai nol. Pada kondisi putaran turun di bawah putaran nominalnya arus motor akan naik di atas arus nominalnya, dan pada saat hampir berhenti, arus motor akan mendekati arus pada kondisi rotor terkunci.



Pada kondisi beban lebih, faktor waktu dan arus sangat dominan. Karena masa motor relatif besar, maka pembebanan lebih di dekat nilai arus nominal motor untuk waktu yang pendek, tidak menimbulkan kenaikan temperatur yang merusak isolasi. Beban lebih yang menyebabkan putaran motor turun sehingga mendekati kondisi rotor terkunci dapat merusak isolasi dalam orde detik.



2.4. Gangguan Pada Belitan Stator

2.4.1. Kegagalan Isolasi
Gangguan pada belitan stator berupa kegagalan isolasi dapat disebabkan oleh stres medan listrik, pengaruh mekanis, kelembaban, pengaruh penuaan normal atau karena pemanasan yang berlebih. Kegagalan isolasi tersebut akan menyebabkan hubung singkat atau hubung tanah pada belitan stator. Untuk melindungi motor dan sistem dalam kawasan suatu industri dari kerusakan atau kerugian yang lebih besar, maka motor dilengkapi pengaman hubung singkat dan hubung tanah yang dapat terdiri dari Pengaman lebur (untuk motor kecil), relai arus lebih / gangguan tanah dan proteksi diferensial (kondisi khusus untuk motor besar)




2.4.2. Pemanasan Lebih
Pemanasan lebih pada motor dapat terjadi oleh salah satu atau kombinasi dari penyebab berikut :
  • Pembebanan lebih pada motor
  • Kondisi beban lebih pada motor selalu diikuti dengan kenaikan arus stator, sehingga pengaman motor untuk kondisi tersebut harus dapat mendeteksi beban / arus lebih dan mempunyai karakteristik thermis I 2 t yang sama dengan motor yang diamankan.
  • Tegangan suplai yang terlalu rendah
  • Untuk mempertahankan torsi pada beban tertentu, dalam kondisi tegangan rendah diperlukan arus yang lebih besar .
  • Motor terkunci atau gagal mencapai putaran nominal pada waktu yang ditetapkan.
  • Pada saat rotor terkunci, arus stator dapat mencapai 4 s/d 7 kali arus nominal (tergantung dari prosedur start motor). Data atau informasi tentang batas kemampuan thermis dan lamanya motor mengalami kondisi terkunci, diberikan oleh pabrik. Tanpa data tersebut maka ada kemungkinan pengamanan terhadap motor tersebut dapat overprotected sehingga mengurangi fleksibilitas operasi (gb.8.a), atau bahkan pengaman tidak dapat memberikan pengamanan penuh (gb.8.b).
  • Fasa tidak seimbang
  • Hilangnya salah satu fasa pada pasokan daya ke motor merupakan contoh ekstrim dari fasa tidak seimbang. Kondisi ini akan menimbulkan pemanasan lebih pada rotor walaupun tidak terjadi arus lebih pada stator. Pemanasan lebih tersebut disebabkan oleh adanya komponen arus urutan negatif yang menimbulkan tegangan induksi dan arus pusar pada inti rotor. Pengaman terhadap pemanasan lebih yang ditimbulkan oleh adanya arus urutan negatif, tidak dapat dipercayakan kepada pengaman beban lebih atau temperatur lebih pada stator. Untuk memberikan pengamanan motor terhadap kondisi abnormal tersebut diperlukan pengaman yang sensitif terhadap arus urutan negatif.
    Kemampuan thermis rotor pada motor besar terhadap arus urutan negatif yang dinyatakan dalam .I 2 .t = K diberikan oleh pabrik.




  • Panas lebih pada belitan motor dan bantalan yang disebabkan faktor non- listrik
  • Ventilasi motor atau ventilasi ruang yang terhalang dapat menimbulkan panas lebih pada kondisi beban yang normal. Suhu lebih juga dapat terjadi pada bantalan yang dapat disebabkan oleh kerusakan pada bantalan atau sistem pelumasan yang tidak baik. Karena besaran yang menyebabkan panas lebih bukan besaran listrik, maka pengamanan yang efektif terhadap kondisi tersebut dilakukan dengan memasang thermal sensor pada belitan motor atau pada bantalan yang dapat memberikan alarm atau bila diperlukan dapat memberi perintah trip.

3. PROTEKSI MOTOR DAN KARAKTERISTIKNYA
3.1. Proteksi terhadap gangguan hubung singkat
3.1.1. Pengaman lebur
Penggunaan pengaman lebur pada instalasi tegangan tinggi perlu memperhatikan kondisi operasi sebagai berikut :





Penggunaan pengaman lebur untuk sistem distribusi termasuk trafo distribusi, harus memenuhi kondisi operasi 1) tahan terhadap arus inrush pada saat trafo dioperasikan, 2) tahan terhadap beban lebih, dan 3) bekerja cepat (relatif) pada saat terjadi hubung singkat pada sisi sekunder trafo

Penggunaan pengaman lebur pada sirkit dimana terdapat beban motor, harus memenuhi kondisi operasi :
  1. Tahan terhadap arus motor pada saat proses start,
  2. Tahan terhadap beban lebih pada motor, dan
  3. Saat terjadi gangguan hubung singkat pada sirkit pasokan ke-motor dapat bekerja cepat sehingga energi yang timbul tidak merusak peralatan asut motor (trafo, kontaktor).
Pengaman lebur pada sirkit dimana terdapat beban motor, lebih berperan sebagai pengaman sirkit ke motor (pasokan ke motor) pada saat terjadi hubung singkat, sedangkan pada beban rendah tidak memberikan pengaman yang efektif (melebihi kemampuan thermis motor).
Saat terjadi hubung singkat pada sirkit pasokan ke motor dimana arus hubung singkat melebihi arus rotor terkunci (Ihs >ILR ), diharapkan pengaman lebur bekerja cepat (lihat gb. 12).

Dalam menggunakan pengaman lebur pada sirkit pasokan ke motor perlu memperhatikan karakteristik umum dari elemen leburnya (lihat gb.11) yaitu :
    1. Karakteristik arus-waktu pada saat pre-arcing
    2. Karakteristik arus cut-off v/s prospective current
    3. Karakteristik arus-waktu pada daerah arcing

    3.1.2. Relai arus lebih sebagai pengaman hubung singkat pada motor
    Penggunaan pengaman lebur pada instalasi tegangan tinggi perlu memperhatikan kondisi operasi sebagai berikut :

    a. Persamaan umum relai arus lebih
    b. Konstanta untuk masing-masing karakteristik
    c. Karakteristik relai arus lebih jenis inverse

    d. Pemasangan proteksi hubung singkat dan gangguan tanah
    • Pada sistem dengan pentanahan netral melalui tahanan rendah
    • Pada sistem dengan pentanahan netral melalui tahanan tinggi dan tidak ditanahkan





    Arus gangguan tanah pada sistem dengan pentanahan netral menggunakan tahan rendah relatif masih tinggi (>20% In), sehingga pengukuran arus gangguan tanah dapat dilakukan dengan menggunakan S I yang terukur pada setiap fasanya di sisi sekunder trafo arus.

    Arus gangguan tanah pada sistem yang netralnya ditanahkan dengan tahanan tinggi / sangat tinggi, sangat kecil (<10% In), pengukuran arus gangguan tanah dengan cara di atas akan memberikan kesalahan yang besar sehingga diperlukan relai gangguan tanah yang dipasok dari trafo arus toroidal (gb.14.b). Dengan cara ini S I yang terukur oleh relai gangguan tanah adalah pejumlahan arus setiap fasa pada sisi primer

    3.2. Pengaman Beban Lebih

    IKeterangan :
    t = konstanta waktu relai beban lebih In = Arus nominal relai
    Is = arus setelan relai
    th = karakteristik relai pada kondisi panas 
    tc = karakteristik relai pada kondisi dingin



    Nilai 





    dipilih agar karakteristik thermis relai beban lebih ada harus sejauh mungkin mendekati dengan karakteristik thermis motor.

    3.3. Pengaman terhadap fasa tidak seimbang (46)

    Gb.16.a dan 16.b menunjukkan prinsip kerja relai arus urutan negatif dalam mengukur ketidakseimbangan arus pada dua sistem yang berbeda, yaitu sistem dengan netral tidak ditanahkan dan sistem dengan netral ditanahkan.

    Kemampuan mesin listrik berputar dalam menahan pemanasan lebih yang disebabkan oleh arus urutan negatif dinyatakan dalam :k yang nilainya ditetapkan oleh pabrik motor.

    .= k

    Agar pengamanan motor terhadap kondisi tersebut dapat dilakukan dengan baik, maka karakteristik relai arus urutan negatif disesuaikan dengan kemampuan motor. Karakteristik tersebut digambarkan sebagai berikut 

    3.4. Pengaman terhadap fasa tidak seimbang (46)
    Torsi motor selalu mengikuti torsi beban, sehingga pada kondisi tegangan turun untuk menjaga keseimbangan torsi, arus motor akan naik, kenaikan arus tersebut karena slip motor naik. Operasi motor pada tegangan rendah cenderung menyebabkan panas lebih, jadi proteksi terhadap tegangan turun sampai batas tertentu pada dasarnya dihindari.

    4. KOORDINASI PROTEKSI HUBUNG SINGKAT PADA MOTOR
    Relai proteksi yang dikoordinasikan pada proteksi motor adalah sebagai berikut :
    • Karakteristik arus start
    • Proteksi hubung singkat dengan karakteristik inverse
    • Proteksi hubung singkat dengan karakteristik definite
    • Proteksi hubung singkat dengan karakteristik instantenous
    • Proteksi terhadap beban lebih



    5. KOORDINASI PROTEKSI HUBUNG SINGKAT PADA MOTOR
    Sirkit kontrol dan proteksi minimum pada sebuah instalasi motor setidaknya dapat memberikan fungsi sebagai berikut :
    • Switsing pada saat operasi start atau stop normal.
    • Mendeteksi adanya gejala tidak normal pada saat sedang beroperasi dan melakukan pemutusan/ pemisahan dari jaringan tenaga listrik .
    • Pemutusan/pemisahan secara normal dari jaringan tenaga listrik
    Gb.19 menunjukkan sirkit sederhana yang dapat memenuhi fungsi tersebut di atas


    Proteksi pada sirkit di atas hanya dapat mendeteksi beban lebih dan tegangan kurang. Sirkit proteksi seperti ditunjukkan pada gb.19 di atas tidak dapat mendeteksi pemanasan lebih pada rotor motor dan panas lebih karena start yang berulang pada periode yang pendek. Perkembangan teknologi proteksi numerik saat ini dapat mengintegrasikan banyak fungsi proteksi pada satu relai. Pengintegrasian tersebut dilakukan dengan software yang mampu melakukan pengukuran setiap fungsi relai misalnya OCR (51), negative seq. (46) dan Overload (49) serta untuk pemodelan motor.

    Dengan perkembangan tersebut, maka kondisi abnormal pada motor hampir seluruhnya dapat dideteksi dan diproteksi. Gb.18 memberikan contoh proteksi motor yang mempunyai multi fungsi dan terintegrasi dalam satu hardware.

    Namun perlu diperhatikan bahwa filosofi dari fungsi relai utama dan relai cadangan sampai sekarang masih belum berubah. Jadi bila satu relai gagal, tetap harus ada relai lain yang memberikan proteksi cadangan. Dengan pertimbangan tersebut, maka koordinasi proteksi motor dengan proteksi di sisi hulu perlu diperhatikan.


    6. SPESIFIKASI PROTEKSI MOTOR
    Pada relai numerik selain memiliki fungsi proteksi juga memiliki fungsi untuk metering, akuisisi data untuk keperluan pemeliharaan prediktif, seperti contoh sebagai berikut :

    Kapasitas motor kecil s/d medium
    Kapasitas motor medium s/d besar

    Fungsi proteksi :
    1.         Overcurrent
    2.         Neutral/Ground Overcurrent
    3.         Current unbalance
    4.         Thermal motor
    5.         Loss of Load
    6.         Load jam
    7.         Start limit

    Fungsi lain:
    1.         Metering
    a.    Current
    b.    Voltage
    c.    Power
    d.    Energy
    e.    Thermal

    Fungsi proteksi :
    1.         Overcurrent
    2.         Neutral/Ground Overcurrent
    3.         Current unbalance
    4.         Thermal motor
    5.         Loss of Load
    6.         Load jam
    7.         Maximum Start per Hour
    8.         Minimum Time between Start
    9.         Phase reversal
    10.      Under voltage
    11.      Over voltage
    12.      Under/Over Frequency
    13.      Reverse Power
    14.      Under power
    15.      Power factor
    16.      Reactive power

    Fungsi lain:
    1.         Metering
    a.    Current
    b.    Voltage
    c.    Power
    d.    Energy
    2.         Thermal
    3.         Load profile
    4.         Motor operating statistics
    5.         Motor start report
    6.         Motor start trending

    REFERENSI :

    1. ANSI/IEEE C37.96-1988 Guide for Motor Protection, IEEE Standard Collection, Protective Relaying System, IEEE, Inc., New York 10017-2394, USA, May 25, 1995.
    2. Stephan J. Chapman, Electric Machenery Fundamentals, second edition, Mc Graw Hill International Edition 1991.
    3. T.Davis, Protection of Industrial Power System, second edition, Pergamon Press Ltd. Newnes, Oxford, 1996.
    4. Merz and McLellan, Protection and Earthing for Synchronous Generators, Merz and McLellan Newcastle, England 1984.
    5. Michael A.Anthony, Electric Power System Protection and Coordination, McGraw-Hill, Inc. New York, 1995.
    6. GEC Alsthom, Protective Relays Application and Guide, GEC Alsthom Measurement Ltd. Stafford England 1987.
    7. GEC Alsthhom, Versatile Protection with HRC Fuse Links, GEC Althom Low Voltage Equipment Ltd, Liverpool England 1995.
    8. Mark W. Early, PE, National Electrical Code Handbook, sixth edition, National Fire Protection Assosiation, Quincy, Messachusetta 1993.
    9. BBC, Solid State Relays and Protection System, BBC Brown, Boveri Company, Ltd. Baden Switzerland 1982.
    10. S.E.Zocholl, Schweitzer Engineering Laboratories, Inc. Induction motor : Part I- Analysis, Pullman, Washinmgton, USA, 1995.

    Share this Post Facebook Twitter Google+ WhatsApp

    Subscribe to receive free email updates:

    0 Response to "PROTEKSI MOTOR INDUKSI"

    Post a Comment

    Loading...